Olehkarena itu sejak dikeluarkannya konsep Nasakom banyak pihak Angkatan Darat yang menilai bahwa Presiden Soekarno memiliki haluan komunis dalam pemikirannya. Sehingga dalam perkembangannya pihak TNI-AD terbagi kedalam dua kubu yaitu kubu yang pro terhadap Presiden Soekarno dan pihak yang kontra terhadap Presiden Soekarno. Majelisyang terdiri dari 514 orang itu kemudian dilantik oleh Presiden Soekarno pada 10 November 1956. Namun delapan bulan sebelum batas akhir masa kerjanya, Majlis ini dibubarkan melalui Dekrit Presiden yang dikeluarkan pada tanggal 5 Juli 1959. Yang paling fenomenal adalah gerakan DI/TII yang dipelopori oleh Kartosuwirjo dari Jawa Barat Periodenasionalisme Orde Lama dipengaruhi oleh kharisma Presiden Soekarno yang mampu memotivasi rakyat dan menggerakkan jiwa nasionalisme. tiga pilar kekuatan yang dapat menyatukan bangsa dan menangkal pengaruh imprealisme Barat. NASAKOM sendiri menjadi ciri khas dari era Demokrasi Terpimpin yang berlangsung pada tahun 1959 hingga Namunsayangnya, kabinet-kabinet bentukan Presiden Soekarno tersebut tidak ada yang bertahan lama. Ini terjadi karena pada saat itu, masih ada banyak tantangan bagi pemerintah Indonesia, baik dari dalam maupun dari luar negeri. Salah satu di antaranya adalah karena pada saat itu Belanda kepingin balik berkuasa lagi di Indonesia. . - Konsep Nasionalisme, Agama, dan Komunisme Nasakom dicetuskan oleh Sukarno. Rumusan ini mewakili tiga pilar utama yang menjadi kekuatan politik bangsa Indonesia, sejak era pergerakan nasional hingga waktu lalu, Hanum Rais sempat menyinggung mengenai Nasakom melalui akun media sosialnya. Putri Ketua Dewan Kehormatan Partai Amanat Nasional PAN ini mengomentari pemberitaan tentang Partai Solidaritas Indonesia PSI dengan istilah tersebut. "Partai NasaKom. Bukan Nasional Komunis lho. Tapi Partai Nasib Satu Koma," cuit Hanum di Twitter, Kamis 24/4/2019.Nasakom sendiri menjadi ciri khas era Demokrasi Terpimpin yang berlangsung pada 1959 hingga 1965. Namun, gagasan ini ternyata sudah dipikirkan oleh Sukarno jauh sebelum itu, yakni pada 1926. Dalam artikelnya di surat kabar Soeoleh Indonesia Moeda, Sukarno menulis“Dengan jalan yang kurang sempurna, kita mencoba membuktikan bahwa paham Nasionalisme, Islamisme, dan Marxisme itu dalam negeri jajahan pada beberapa bagian menutupi satu sama lain,” tulis Sukarno.“Nasionalisme, Islam, dan Marxisme, inilah asas-asas yang dipegang teguh oleh pergerakan-pergerakan rakyat di seluruh Asia. Inilah faham-faham yang menjadi rohnya pergerakan-pergerakan di Asia. Rohnya pula pergerakan-pergerakan di Indonesia kita ini,” muda menilai ada tiga aliran politik yang menjadi pilar pergerakan nasional dalam kehidupan bangsa pada zaman kolonial Hindia Belanda kala itu. Pertama adalah kelompok nasionalis yang diwakili Indische Partij IP, kedua golongan muslimin yang mewujud dalam Sarekat Islam SI, dan ketiga Partai Komunis Indonesia PKI dengan ideologi marxisme. Dwitunggal Pecah Kongsi Tiga dekade berselang, tepatnya 1956 atau 11 tahun setelah Indonesia merdeka, Bung Karno mengumandangkan kembali gagasan yang pernah dilontarkannya pada 1926 itu. Ia mengkritik sistem Demokrasi Parlementer yang dianggapnya tidak cocok diterapkan di dari buku Demokrasi untuk Indonesia Pemikiran Politik Bung Hatta 2010 karya Zulfikri Suleman, Demokrasi Parlementer melindungi sistem kapitalisme –karena menurut Sukarno, parlemen dikuasai oleh kaum borjuis– dan oleh karenanya tidak akan bisa memakmurkan rakyat. Tak hanya itu, Bung Karno juga menganggap sistem Demokrasi Parlementer juga bisa membahayakan pemerintahan. “Di dalam Demokrasi Parlementer, tiap-tiap orang bisa menjadi raja, tiap-tiap orang bisa memilih, tiap-tiap orang bisa dipilih, tiap-tiap orang bisa memupuk kekuasaan untuk menjatuhkan menteri-menteri dari singgasananya,” pada Februari 1956, Sukarno mengusulkan konsep baru yang disebutnya Demokrasi Terpimpin dengan berpondasi kepada tiga pilar utama Anwar dalam In Memoriam Mengenang yang Wafat 2002 mengungkapkan, konsep Demokrasi Terpimpin dan Nasakom ditentang oleh Mohammad Hatta, sang wakil presiden. Menurut Rosihan, Nasakom berarti bekerja sama dengan PKI dan Hatta kurang cocok dengan itu. Bagi Hatta, Demokrasi Terpimpin membuat kekuasaan negara kian terpusat kepada sosok presiden, dan itulah yang memang terjadi. Syafii Maarif dalam Demokrasi dan Nasionalisme Pengalaman Indonesia 1996 menyebut, Hatta mundur dari kursi wakil presiden karena Sukarno semakin otoriter. Dwitunggal pun akhirnya tanggal. Dua sosok proklamator berpisah jalan. Hatta menepi, Sukarno semakin kokoh di puncak Politik Sukarno Sepeninggal Hatta, Sukarno semakin leluasa mengkampanyekan konsep Nasakom-nya. Dengan sistem Demokrasi Terpimpin, Bung Karno menyatukan tiga kekuatan politik dengan tujuan untuk semakin memperkuat posisinya. Nasakom memang menjadi tiga faksi utama dalam perpolitikan Indonesia kala itu. Ada partai-partai politik berhaluan nasionalis terutama Partai Nasional Indonesia PNI besutan Sukarno, termasuk kalangan militer, ada kelompok Islam macam Masyumi dan Nahdlatul Ulama NU, serta golongan kiri yang dimotori berhenti di situ. Sukarno bahkan menyatakan bahwa Nasakom merupakan perwujudan Pancasila dan UUD 1945 dalam politik. Dalam pidatonya pada peringatan hari kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1961, sang penguasa berucap lantang“Siapa yang setuju kepada Pancasila, harus setuju kepada Nasakom; siapa yang tidak setuju kepada Nasakom, sebenarnya tidak setuju kepada Pancasila,” seru Sukarno dikutip dari buku Sejarah Perjumpaan Kristen dan Islam di Indonesia 2004 yang ditulis oleh Jan S. melanjutkan, “Sekarang saya tambah Siapa setuju kepada Undang-Undang Dasar 1945, harus setuju kepada Nasakom; Siapa tidak setuju kepada Nasakom, sebenarnya tidak setuju kepada Undang-Undang Dasar 1945.” Infografik Sejarah NASAKOMKampanye Nasakom bahkan dibawa Bung Karno hingga ke forum internasional. Dalam Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB pada 30 September 1960 di New York, Amerika Serikat, Sukarno menyampaikan pidato bertajuk “To Build The World a New”.“Sukarno menawarkan sebuah konsep tata dunia yang baru. Sukarno ketika itu merangkum konsepsi politiknya sebagai Nasakom Nasionalisme, Agama, Komunisme,” sebut Bernhard Dahm, periset senior yang telah banyak meneliti tentang sejarah Asia Tenggara dan Indonesia, dalam wawancara dengan Komunisme di sini adalah sebagai Sosialisme, karena dasar pemikirannya adalah prinsip keadilan sosial, yang juga menjadi dasar pemikiran politik Karl Marx,” imbuh profesor berdarah Jerman kelahiran Sumatera ini.“Jadi, Sukarno yakin bahwa perbedaan dan perpecahan dunia dalam persaingan ideologis saat itu bisa dijawab dengan menghormati nasionalisme, agama dan prinsip sosialisme,” tambah Dahm. Selanjutnya, dalam Sidang Panca Tunggal Seluruh Indonesia yang digelar di Istana Negara, Jakarta, tanggal 23 Oktober 1965, Sukarno lagi-lagi menegaskan tentang pentingnya Nasakom. “Ik ben nasionalist, ik ben islamiet, socialist. Tiga in one. Three in one [... ] Aku adalah perasan daripada Nasakom,” kata Bung Karno. Ini disampaikan Sukarno bahkan ketika pengaruhnya mulai luruh dan pamor PKI hancur akibat Gerakan 30 September G30S 1965. Tapi, sekuat apapun Bung Karno mempertahankan Nasakom-nya, rumusan ini akhirnya kandas juga seiring peralihan kekuasaan dari Orde Lama ke Orde Baru pimpinan Soeharto yang sangat anti-komunis. - Humaniora Penulis Iswara N RadityaEditor Nuran Wibisono - Singkatan NASAKOM adalah kepanjangan dari Nasionalisme, Agama, dan Komunisme, yang mewarnai sejarah pemerintahan Indonesia pada masa Demokrasi Terpimpin tahun 1959 hingga 1965. Lantas, apa pengertian NASAKOM, tujuan, dan siapa pencetusnya? NASAKOM dicetuskan oleh sang proklamator, Ir. Sukarno. Meskipun baru dikenal luas menjelang berakhirnya dekade 1950-an, namun konsep ini sudah terpikirkan jauh sebelum Bung Karno menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia RI pertama sejak 17 Agustus 1945. Konsep NASAKOM kemudian diusulkan Sukarno pada Februari 1956. Konsep ini oleh Bung Karno disebut sebagai tiga pilar utama Demokrasi Terpimpin dalam pemerintah Republik Indonesia, yaitu pilar Nasionalis, pilar Agama, dan pilar NASAKOM Nasionalisme, Agama, Komunisme Gagasan tiga pilar utama sudah terbersit dalam pikiran Sukarno sejak 1926, atau pada tahun yang sama ketika Bung Karno mendeklarasikan berdirinya Partai Nasional Indonesia PNI. Mengenai embrio NASAKOM, Sukarno menulisnya dalam surat kabar Soeoleh Indonesia Moeda edisi 1926 “Dengan jalan yang kurang sempurna, kita mencoba membuktikan bahwa paham Nasionalisme, Islamisme, dan Marxisme itu dalam negeri jajahan pada beberapa bagian menutupi satu sama lain,” tulis Sukarno. “Nasionalisme, Islam, dan Marxisme, inilah asas-asas yang dipegang teguh oleh pergerakan-pergerakan rakyat di seluruh Asia. Inilah faham-faham yang menjadi rohnya pergerakan-pergerakan di Asia. Rohnya pula pergerakan-pergerakan di Indonesia kita ini,” tambahnya. Pada masa pergerakan nasional kala itu, dalam pikiran Sukarno, ada 3 aliran politik yang bisa dijadikan sebagai pilar utama kekuatan rakyat beserta wadah atau organisasi yang bisa menaungi masing-masing tiga pilar tersebut. Terlebih, di Pemilu 1955, partai-partai politik yang mewakili tiga ideologi besar itu menjadi pemenangnya, yakni PNI, Masyumi dan Nahdlatul Ulama NU, serta juga Sejarah Pemberontakan PKI 1926-1927 di Sumatera Terhadap Belanda Tiga Serangkai Indische Partij dalam Sejarah Pergerakan Nasional Sejarah Hidup Tjokroaminoto Pemimpin Abadi Sarekat Islam Pilar pertama adalah golongan nasionalis yang diwakili Indische Partij IP. IP sendiri adalah organisasi pergerakan yang dibentuk pada 1912 oleh Tiga Serangkai yakni Tjipto Mangoenkoesoemo, Douwes Dekker, dan Soewardi Soerjaningrat atau Ki Hajar Dewantara. Pilar kedua adalah kelompok agamis yang diwakili oleh umat Islam sebagai golongan agama terbesar. Menurut Sukarno, Sarekat Islam SI yang dipimpin oleh Tjokroaminoto layak menjadi representasi kalangan agama ini. Pilar ketiga adalah Marxisme yang saat itu sepatutnya diemban oleh Partai Komunis Indonesia PKI. Kala itu, komunisme belum menjadi ideologi terlarang, begitu pula dengan PKI yang terbentuk belum terlalu lama. Pada 1926 itu pula, menjelang pergantian tahun baru 1927, PKI melakukan perlawanan terhadap pemerintah kolonial Hindia Belanda di Sumatera Barat. Namun, aksi tersebut bisa digagalkan dan tokoh-tokoh komunis sempat menjadi incaran pemerintah juga Akhir Sejarah Aidit Ketua PKI Usai Peristiwa G30S 1965 Perjuangan Ki Hajar Dewantara dan Sejarah Hari Guru Nasional Biografi Ir Sukarno Kisah Tragis dan Kesepian di Akhir Hidupnya Alasan Penerapan NASAKOM dan Tujuannya Konsep tiga pilar utama yang sempat terabaikan kembali didengungkan Sukarno setelah Indonesia merdeka, tepatnya pada 1956. Alasan dan tujuan Bung Karno saat itu adalah karena menilai sistem Demokrasi Parlementer tidak cocok untuk negara Indonesia. Zulfikri Suleman dalam Demokrasi untuk Indonesia Pemikiran Politik Bung Hatta 2010 menuliskan, menurut Sukarno, Demokrasi Parlementer melindungi sistem kapitalisme karena parlemen dikuasai oleh kaum borjuis dan tidak akan bisa memakmurkan rakyat. “Di dalam Demokrasi Parlementer, tiap-tiap orang bisa menjadi raja, tiap-tiap orang bisa memilih, tiap-tiap orang bisa dipilih, tiap-tiap orang bisa memupuk kekuasaan untuk menjatuhkan menteri-menteri dari singgasananya,” beber juga Sejarah Politik Masa Demokrasi Liberal Pemerintahan dan Kepartaian Sejarah Demokrasi Parlementer Ciri-ciri, Kekurangan, & Kelebihan Sejarah Masa Demokrasi Parlementer atau Liberal di Indonesia Sebagai pengganti Demokrasi Parlementer, Sukarno menawarkan sistem pemerintahan baru yang disebutnya Demokrasi Terpimpin. Demokrasi Terpimpin ini, lanjut Bung Karno, berpondasi kepada tiga pilar utama yang dimiliki bangsa Indonesia, yaitu Nasionalisme, Agama, dan Komunisme atau NASAKOM. Hanya saja, tidak semua kalangan sepakat dengan sistem Demokrasi Terpimpin beserta NASAKOM ala Sukarno itu. Salah satunya adalah Wakil Presiden RI, Mohammad Hatta. Rosihan Anwar dalam In Memoriam Mengenang yang Wafat 2002 mengungkapkan, NASAKOM berarti bekerja sama dengan PKI dan Hatta kurang cocok dengan itu. Bagi Hatta, Demokrasi Terpimpin membuat kekuasaan negara kian terpusat kepada sosok presiden, dan itulah yang kemudian terjadi. Seperti diungkapkan Syafii Maarif melalui buku Demokrasi dan Nasionalisme Pengalaman Indonesia 1996, Hatta kemudian mundur dari wakil presiden karena Sukarno semakin juga Apa Saja Asas Demokrasi dan Ciri Pemerintahan Demokratis Sejarah Masa Demokrasi Parlementer atau Liberal di Indonesia Apa Saja Kelebihan dan Kekurangan Demokrasi Terpimpin? Sistem Demokrasi Terpimpin akhirnya diterapkan juga, begitu pula dengan konsep NASAKOM. Sukarno menyatukan tiga kekuatan politik terbesar di Indonesia kala itu untuk memperkuat posisinya sebagai presiden. Sukarno bahkan menyatakan bahwa NASAKOM merupakan perwujudan Pancasila dan UUD 1945 dalam politik. Dalam pidatonya pada peringatan HariKkemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1961, Bung Karno menegaskan “Siapa yang setuju kepada Pancasila, harus setuju kepada NASAKOM; siapa yang tidak setuju kepada NASAKOM, sebenarnya tidak setuju kepada Pancasila,” lantang Sukarno dikutip dari Sejarah Perjumpaan Kristen dan Islam di Indonesia 2004 karya Jan S. Aritonang. “Sekarang saya tambah Siapa setuju kepada Undang-Undang Dasar 1945, harus setuju kepada NASAKOM; Siapa tidak setuju kepada NASAKOM, sebenarnya tidak setuju kepada Undang-Undang Dasar 1945,” lanjutnya. Terjadinya peristiwa berdarah Gerakan 30 September G30S 1965 membuat kepemimpinan Sukarno mulai digoyang. G30S PKI merupakan awal runtuhnya rezim Orde Lama yang dipimpin Presiden Sukarno. Setelah kekuasaan Sukarno benar-benar terkikis dan kepemimpinan negara mulai diambil-alih oleh Soeharto, segala hal yang berbau komunis menjadi terlarang. Penerapan NASAKOM pun berakhir, begitu pula dengan sistem Demokrasi juga Sejarah Sistem Demokrasi Terpimpin Sukarno di Indonesia 1959-1965 Pengertian Demokrasi Pancasila Sejarah, Prinsip, & Ciri-cirinya Sejarah Kabinet Ali Sastroamijoyo I Program & Penyebab Jatuhnya - Sosial Budaya Penulis Iswara N RadityaEditor Addi M Idhom Mahasiswa/Alumni Universitas Indraprasta PGRI10 Februari 2022 0157Hai Rahmat S, kakak bantu jawab ya. Jawaban yang tepat adalah yang B. Kedudukan PKI yang seolah-olah berada di garis depan Demokrasi Terpimpin dan munculnya konflik antara TNI dan PKI. Untuk lebih jelasnya, yuk pahami penjelasan berikut. Nasakom adalah konsep politik yang diterapkan pada masa Demokrasi Terpimpin di tahun 1959 oleh Presiden Soekarno yang disebabkan karena adanya tuntutan politik dari 3 golongan yang berbeda. Tujuannya ialah mengkritik Demokrasi Parlementer yang berlawanan dengan gagasan hubungan manusia, dan menyatukan Ideologi politik yang ada di Indonesia. Kepanjangan dari Nasakom adalah Nasionalisme, Agama, dan Komunisme. Pada masa revolusi, PKI menjadi salah satu kekuatan politik yang berpengaruh dalam pemerintahan Republik Indonesia. PKI mampu menempatkan kader-kadernya untuk duduk dalam pemerintahan, salah satunya Amir Sjarifuddin. Bahkan, Amir Sjarifuddin pernah menjabat sebagai Perdana Menteri Indonesia. PKI juga ingin menerapkan ideologi komunisnya di Indonesia. Akan tetapi, pada masa Kabinet Hatta golongan kiri PKI tersingkir dari pemerintahan. Kondisi tersebut terjadi karena pada masa Kabinet Hatta pemerintah mengurangi pengaruh kiri dalam tubuh angkatan perang. Sehingga terjadi konflik antara TNI AD dengan PKI. Ditambah lagi beredar kabar bahwa Presiden Soekarno kala itu sedang sakit dan PKI berencana melakukan upaya kudeta dalam Peristiwa PKI madiun 1948. Karena pada dulunya PKI dan TNI AD mengalami konflik internal. Pada masa Demokrasi Terpimpin, setelah ditetapkan Nasakom, PKI mulai eksis kembali dan menjadi partai komunis terbesar di dunia. Ketika pemerintahan Indonesia mengalami masalah antara 1963-1965, PKI merencanakan lagi gerakannya. Dalam melancarkan gerakanya, PKI menghembuskan isu yang disebut dengan Dewan Jendral. Yaitu sebuah isu, yang mengatakan bahwa terdapat beberapa jendral TNI AD yang hendak melakukan kudeta pemerintah. Berbekal isu tersebut, PKI melaksanakan penculikan terhadap 7 jendral TNI AD dan menduduki beberapa tempat penting untuk mensukseskan kudetanya pada tanggal 30 September hingga 1 Oktober 1965. Semoga membantu yaa

dampak dari konsep nasakom yang diberlakukan oleh presiden soekarno adalah